Rabu, 22 April 2015

Client – Centered (Carl - Rogers) Artikel 6

Pandangan dasarnya tentang manusia tersebut, Rogers membagi teori kepribadiannya ke dalam 4 bagian yang paling utama, yaitu :
1.       Teori Diri (Self-Theory)
      Rogers dalam hal ini percaya bahwa pada hakikatnya manusia berada dalam sebuah dunia yang tidak pernah berubah di mana sesungguhnya, dialah yang menjadi pusat dari kesemuanya itu. Rogers percaya bahwa diri(self) bukan merupakan sebuah struktur yang tetap, tetapi merupakan struktur yang berada dalam suatu proses, memiliki kemampuan baik untuk keadaan yang stabil maupun perubahan. Diri (self) sendiri terbagi ke dalam alam sadar(conscious) dan alam tak sadar(unconscious).
      Rogers juga menyebut nama organisme,untuk semua pengalaman-pengalaman psikologis. Secara lebih jelasnya, organisme adalah medan fenomenal yang hanya dapat diketahui oleh individu itu sendiri. Pengalaman fenomenal itu sendiri terbagi menjadi dua, yaitu pengalaman sadar (dilambangkan) dan pengalaman tak sadar (tidak dilambangkan).
2.       Kejadian dan Pengalaman yang bernilai
      Person-centered therapy didasarkan pada kepercayaan bahwa diri memiliki kemampuan untuk mengatasi masalah yang dihadapinya sendirian. Person-centered therapy mengutamakan pemahaman atas pengalaman-pengalaman pribadi yang dialami oleh individu. Merasakan pengalaman (memahami) merupakan cara yang akurat untuk memahami diri sendiri dan lingkungannya.
3.       Potensi untuk tumbuh dan belajar
      Rogers percaya bahwa kecenderungan aktualisasi dan perkembangan diri melekat sangat kuat dalam diri setiap manusia. Pada dasarnya manusia memiliki kecenderungan untuk tumbuh dan berkembang sebagaimana mestinya sesuai dengan potensi-potensi yang dimilikinya. Hanya saja, yang terkadang menjadi masalah adalah orang-orang tersebut kurang paham mengenai kelebihan, kekurangan, dan potensi yang dimilikinya itu.
4.       Kondisi-kondisi yang berharga
      Pada dasarnya, manusia memiliki kecenderungan untuk mengarahkan dan mempertinggi dirinya sendiri. Sehingga manusia merasa memerlukan dua hal utama, yaitu penghargaan positif dan penghargaan diri.
      Secara tidak langsung dapat disimpulkan bahwa person-centered therapy memandang individu itu ada dari kebermaknaannya pada diri sendiri, orang lain, serta lingkungan sekitarnya. Individu bisa dikatakan ada karena sumbangan yang diberikannya pada baik diri sendiri, orang lain, serta lingkungannya.

Tujuan dari terapi Client – Centered
Menurut Rogers tujuan terapi bukanlah untuk memecahkan masalah. Sebaliknya, itu adalah untuk membantu kliendalam proses pertumbuhan mereka sehingga klien lebih bisa mengatasimasalah mereka saat ini dan masa depan.

Sikap, Peran, dan tugas konselor
Menurut Corey peranan konselor dalam proses terapididasari pada cara-cara, keberadaan, dan sikap yang ditunjukkan oleh klien.Pada dasarnya tidak ada teknik tertentu pada terapi person-centered  ini agar klien melakukan sesuatu. Sikap seorang terapis adalah mempertimbangkan pengetahuan teori-teori dan teknik-teknik yang mereka ketahui yangdianggap dapat memfasilitasi perubahan diri klien. Pada dasarnya terapismenggunakan dirinya sebagai alat/instrument untuk perubahan. Sikap dan keyakinan terapis pada kekuatan diri klien lah yang menciptakan kondisiterapeutik untuk pertumbuhan.

 Sikap, peran, dan tugas konseli
Menurut Corey person-centered therapy memandang bahwa perubahan terapeutik bergantung pada persepsi konseli,baik tentang pengalamannya dalam konseling maupun tentang sikap dasar konselor.Konseli berpeluang untuk mengeksplorasi berbagai macam perasaannyayang dirahasiakan ketika permulaan konseling jika konselor mampumenciptakan iklim yang kondusif bagi eksplorasi diri konseli. Hal-hal yangmendorong konseli untuk melaksanakan konseling mungkin adalah perasaantidak berdaya, tidak kuasa, dan tidak berkemampuan dalam membuat putusan-putusan untuk mengarahkan hidupnya secara efektif. Konseli bisa jadi berharap menemukan “jalan” melalui pengajaran dari konselor. Namun,dalam person-centered therapy konseli harus dengan segera belajar bahwaia bertanggung jawab atas dirinya sendiri dan bahwa ia bisa belajar untukmemperoleh pemahaman diri melalui hubungan konseling. Unconditional positive regard bisa mendorong konseli secara perlahan untuk membukatabir pemahamannya dan sampai pada pemahaman apa yang terdapat di baliknya.
 Situasi hubungan
Menurut Rogers (1957), terdapat enam kondisi yang diperlukanuntuk pengubahan kepribadian. Keenam kondisi tersebut adalah sebagai berikut.
a)      Dua orang berada dalam hubungan psikologis.
b)      Orang pertama, yang disebut konseli ada dalam keadaan tidak selaras, peka, dan cemas.
c)      Orang kedua, yang disebut sebagai konselor ada dalam keadaan selarasatau terintegrasi dalam hubungan konseling.
d)      .Konselor memiliki unconditional positive regard kepada konseli.
e)      Konselor merasa emapti terhadap kerangka acuan internal konseli dan berusaha mengomunikasikan perasaannya tersebut kepada konseli.
f)       Komunikasi pengungkapan rasa empatik dan unconditional positiveregarddari konselor kepada konseli harus dapat dicapai.
Teknik-teknik konseling
Menurut Rogers konselor harus memiliki tiga sikap dasar dalam memahami dan membantu konseli, yaitu
congruence, unconditional positive regard, dan accurate empathic understanding
a.       Congruence
Konsep yang dimaksud Rogers adalah bagaimana konselor tampil nyata, utuh, otentik dan tidak palsu serta terintegrasi selama pertemuan konseling. konselor tidak diperkenankan terlibat secara emosional dan berbagi perasaan-perasaan secara impulsif terhadap konseli. 
b.      Unconditional positive regard
Perhatian tak bersayarat tidak dicampuri oleh evaluasi atau  penilaian terhadap pemikiran-pemikiran dan tingkah laku konseli sebagai hal yang buruk atau baik. Semakin besar derajat kesukaan,  perhatian dan penerimaan hangat terhadap konseli, maka semakin besar  pula peluang untuk menunjung perubahan pada konseli.
c.         Accurate empathic understanding
Sikap ini merupakan sikap yang krusial, dimana konselor benar- benar dituntut untuk menggunakan kemampuan inderanya dalam  berempati guna mengenali dan menjelajahi pengalaman subjektif konseli. Tugas konselor adalah membantu kesadaran konseli terhadap  perasaan-perasaan yang dialami. Rogers percaya bahwa apabila konselor mampu menjangkau dunia pribadi konseli sebagaimana dunia  pribadi itu diamati dan dirasakan oleh konseli, tanpa kehilangan identitas dirinya yang terpisah dari konseli, maka perubahan yang konstruktif akan terjadi

sumber :
http://www.academia.edu/9054982/PERSON_CENTERED_COUNSELING
http://beaprofessionalcounselor.blogspot.com/2011/02/person-centered-therapy-terapi-berpusat.html

Humanistik-Eksistensial (Artikel 5)

Konsep Utama Terapi Humanistik-Eksistensial

1.      Kesadaran Diri
Manusia memiliki kesanggupan untuk menyadari dirinya sendiri, suatu kesanggupan yang unik dan nyata yang memungkinkan manusia mampu berpikir dan memutuskan. Semakin kuat kesadaran diri seorang, maka akan semakin besar pula kebebasan yang ada pada orang itu. Kesadaran untuk memilih alternatif-alternatif yakni memutuskan secara bebas didalam kerangka pembatasnya adalah suatu aspek yang esensial pada manusia. Kebebasan memilih dan bertindak itu disertai tanggung jawab. Para ekstensialis menekan manusia bertanggung jawab atas keberadaan dan nasibnya.

2.      Kebebasan, tanggung jawab, dan kecemasan
Kesadaran atas kebebasan dan tanggung jawab bisa menimbulkan kecemasan yang menjadi atribut dasar pada manusia. Kecemasan ekstensial bisa diakibatkan atas keterbatasannya dan atas kemungkinan yang tak terhindarkan untuk mati (nonbeing). Kesadaran atas kematian memiliki arti penting bagi kehidupan individu sekarang, sebab kesasaran tersebut menghadapkan individu pada kenyataan bahwa dia memiliki waktu yang terbatas untuk mengaktualkan potensi-potensinya. Dosa ekstensial yang juga merupakan bagian kondisi manusia. Adalah akibat dari kegagalan individu untuk benar-benar menjadi sesuatu sesuai dengan kemampuannya.

3.      Penciptaan Makna
Manusia itu unik dalam arti bahwa ia berusaha untuk menentukan tujuan hidup dan menciptakan nilai-nilai yang akan memberikan makna bagi kehidupan. Menjadi manusia juga berarti menghadapi kesendirian (manusia lahir sendirian dan mati sendirian pula). Walaupun pada hakikatnya sendirian, manusia memiliki kebutuhan untuk berhubungan dengan sesamanya dalam suatu cara yang bermakna, sebab manusia adalah mahluk rasional. Kegagalan dalam menciptakan hubungan yang bermakna bisa menimbulkan kondisi-kondisi isolasi dipersonalisasi, alineasi, keterasingan, dan kesepian. Manusia juga berusaha untuk mengaktualkan diri yakni mengungkapkan potensi-potensi manusiawinya. Sampai tarap tertentu, jika tidak mampu mengaktualkan diri, ia bisa menajdi “sakit”.
Tujuan Konseling Teori Konseling Eksistensial
a.       Menyajikan kondisi-kondisi untuk memaksimalkan kesadaran diri dan pertumbuhan.
b.  Menghapus penghambat-penghambat aktualisasi potensi pribadi. membantu klien menemukan dan menggunakan kebebasan memilih dan memperluas kesadaran diri.
c.       Membantu klien agar bebas dan bertanggung jawab atas arah kehidupan sendiri.
Sikap, peran dan tugas konselor
Menurut Buhler dan Allen, para ahli psikoterapi Humanistik memiliki orientasi bersama yang mencakup hal-hal berikut :
a.  Mengakui pentingnya pendekatan dari pribadi ke pribadi
b.  Menyadari peran dan tanggung jawab terapis
c.  Mengakui sifat timbal balik dari hubungan terapeutik.
d.  Berorientasi pada pertumbuhan.
e.  Menekankan keharusan terapis terlibat dengan klien sebagai suatu pribadi yang menyeluruh.
f.  Mengakui bahwa putusan-putusan dan pilihan-pilihan akhir terletak di tangan klien.
g. Memandang terapis sebagai model, bisa secara implicit menunjukkan kepada klien potensi bagi
    tindakan kreatif dan positif.
h. Mengakui kebebasan klien untuk mengungkapkan pandagan dan untuk mengembangkan tujuan-tujuan dan nilainya sendiri.
i. Bekerja kearah mengurangi kebergantungan klien serta meningkatkan kebebasan klien.

sumber :
http://www.scribd.com/doc/202049846/KONSELING-EKSISTENSIAL-HUMANISTIK-pdf#scribd
https://deathneverlost.wordpress.com/2014/05/21/terapi-humanistik-eksistensial/
http://kandidatkonselor.blogspot.com/2013/01/teori-dan-pendekatan-konseling_31.html

Teori Psikoanalisis (artikel 4)

Menurut Freud, kehidupan jiwa memiliki tiga tingkat kesadaran, yaitu tingkat yang pertama disebut sadar (conscious), prasadar (preconscious), dan tak sadar (unconscious). Setelah itu pada tahun 1923 Freud memperkenalkan suatu model struktural terdiri dari tiga yaitu id, ego dan superego. Adanya struktur baru tersebut tidak bertujuan untuk menggantikan struktur yang lama, tetapi bertujuan untuk menyempurnakan gambaran mental dalam fungsi dan tujuannya.
1.Sadar (Conscious)
Tingkat kesadaran yang berisi semua hal yang kita cermati pada saattertentu. Menurut Freud, hanya sebagian kecil saja dari kehidupanmental yang masuk ke kesadaran.

2. Prasadar (pereconscious)
Disebut juga ingatan siap (available memory), yakni tingkat kesadaranyang menjadi jembatan antara sadar dan taksadar. Isi preconscious berasal dari conscious dan dari unconscious. Materi taksadar yangsudah berada di daerah prasadar itu bisa muncul kesadaran dalam bentuk simbolik, seperti mimpi, lamunan, salah ucap, dan mekanisme pertahanan diri.3.

3. Taksadar (Unconscious)
Bagian yang paling dalam dari struktur kesadaran dan menurut Freudmerupakan bagian terpenting dari jiwa manusia. Ketidaksadaran berisiinsting, impuls, dan drives yang dibawa dari lahir, dan pengalaman- pengalaman traumatik (biasanya pada masa anak-anak) yang ditekanoleh kesadaran dipindah ke daerah taksadar
Sturkur Kepribadian 
a. Id atau Das Es (Aspek Biologis)
Id adalah sistem kepribadian yang asli, dibawa sejak lahir. Dari Id inikemudian akan muncul Ego dan Superego. Saat dilahirkan, Id berisisemua aspek psikologik yang diturunkan seperti insting, impuls, dandrives. Id berada dan beroperasi dalam daerah Unconscious,. Freud juga menyebut Id dengan realitas psikis yang sebenar-benarnya ( TheTrue Physic Reality).Id beroperasi berdasarkan prinsip kenikmatan (pleasure principle)yaitu: berusaha memperoleh kenikmatan dan menghindari rasa sakit.Pleasure principle diproses dengan dua cara, tindak refleks (reflexactions) dan proses primer (primary process). Tindak refleks adalahreaksi otomatis yang dibawa sejak lahir seperti mengejapkan mata-mata  dipakai untuk menangani pemuasan rangsang sederhana dan biasanyasegera dapat dilakukan. Proses primer adalah reaksimembayangkan/menghayal sesuatu yang dapat mengurangi ataumenghilangkan tegangan-dipakai untuk menangani stimuluskompleks, seperti bayi yang lapar membayangkan makanan atau puting ibunya. Sistem lain yang menghubungkan Id dengan duniaobjektif adalah Das Ich (ego).
b. Ego atau Das Ich (aspek rasional)
Ego berkembang dari Id agar orang mampu menangani realita:sehingga Ego beroperasi mengikuti prinsip realita (Reality Principle).Prinsip itu dikerjakan melalui proses sekunder (Secondary Process),yakni berfikir realistik menyusun rencana dan menguji apakah rencanaitu menghasilkan objek yang dimaksud. Proses itu disebut uji realita(Reality Testing). Ego sebagian besar berada di kesadaran dansebagian kecil beroperasi di daerah prasadar dan taksadar.Ego adalah eksekutif (pelaksana) dari kepribadian yang memiliki duatugas utama:
1. Memilih stimuli mana yang hendak direspon dan atau instingmana yang akan dipuaskan sesuai dengan prioritas kebutuhan.
2.Menentukan kapan dan bagaimana kebutuhan itu dipuaskan sesuaidengan tersedianya peluang yang resikonya minimal.Dalam menjalankan fungsinya seringkali Das Ich harusmempersatukan pertentangan-pertentangan antara Das Es dan DasUeber Ich dan dunia luar.
c.  Superego atau Das Ueber Ich (aspek sosial atau moral)Superego adalah kekuatan moral dan etik dari kepribadian, yang beroperasi memakai prinsip idealistik (idealistic principle) sebagailawan dari prinsip kepuasan Id dan prinsip realistik dari Ego.Prinsip idealistik mempunyai dua sub prinsip, yakni conscience danego-ideal. Apapun tingkah laku yang dilarang, dianggap salah, dan dihukum oleh orang tua, akan diterima anak menjadi suara hati(conscience), yang berisi apa saja yang tidak boleh dilakukan. Apapunyang disetujui, dihadiahi dan dipuji orang tua akan diterima menjadistandar kesempurnaan (Ego-Ideal), yang berisi apa saja yangseharusnya dilakukan. Proses mengembangkan konsensia dan ego-ideal, yang berarti menerima standar salah dan benar itu disebutintroyeksi (introjection). Sesudah terjadi introyeksi, kontrol pribadiakan mengganti kontrol orang tua. 
Tiga fungsi Superego:
1.Mendorong Ego menggantikan tujuan-tujuan realistik dengantujuan-tujuan moralistik.
2.Merintangi impuls Id, terutama impuls seksual dan agresif yang bertentangan denganstandar nilai masyarakat.
3.Mengejar kesempurnaan.
Struktur Kepribadian
a)      Represi
Represi adalah mekanisme yang dilakukan oleh ego untuk meredakan kecemasan dengan jalan menekan dorongan-dorongan atau keinginan-keinginan yang menjadi penyebab kecemasan tersebut kedalam tak sadar. Dengan kata lain mekanisme untuk meredakan kecemasan dengan cara menekan tekanan kealam tidak sadar (tidak mengakui adanya doeogan itu).
b)      Sublimasi
Sublimasi adalah mekanisme pertahanan ego yang ditujukan untuk mencegah atau meredakan kecemasan dengan cara mengubah dan menyesuaikan dorongan primitif id yang menjadi penyebab kecemasan kedalam bentuk (tingkah laku) manusia yang bisa diterima dan dihargai masyarakat.
c)      Proyeksi
Proyeksi adalah pengalihan dorongan, sikap atau tingkah laku yang menimbulkan kecemasan kepada orang lain.
d)     Displacemen
Displacement adalah pengungkapan dorongan yang menimbulkan kecemasan pada objek atau individu yang kurang berbahaya atau kurang mengancam dibanding dengan objek atau individu semula
e)      Reaksi formasi
Reaksi formasi adalah reaksi dimana kadang-kadang ego individu bisa mengendalikan dorongan-dorongan primitive agar tidak muncul sambil secara sadar mengungkapkan tingkah laku sebaliknya
f)       Regrasi
Regresi adalah suatu mekanisme dimana individu untuk menghindarkan diri dari kenyataan yang mengancam, kembali kepada taraf perkembangan yang lebih rendah serta bertingkah laku seperti ketika dia berada dalam taraf yang lebih rendah itu.
g)      Rasionalisasi
Rasionalisasi menunjuk kepada upaya individu menyelewengkan atau memutarbalikkan kenyataan yang mengancam ego, melalui alasan tertentu yang seakan-akan masuk akal
Perkembangan Psikoseksual
Teori psikoanalisa mengenai perkembangan kepribadian berlandaskan dua premis, pertama, premis bahwa kepribadian individu dibentuk oleh berbagai jenis pengalaman masa kanak-kanak awal. Kedua, energy seksual (libido) ada sejak lahir dan kemudian berkembang melalui serangkaian tahapan psikoseksual yang bersumber pada proses-proses naluriah organism.
Freud menyatakan bahwa pada manusia terdapat tiga fase atau tahapan perkembangan psikoseksual yang kesemuanya menentukan bagi pembentukan kepribadian. Tiga fase tersebut adalah :
1. Fase Oral
Fase oral adalah fase pertama yang berlangsung pada perkembangan kehidupan individu. pada fase ini, daerah erogen yang paling penting dan paling peka adalah mulut.yakni berkaitan dengan pemuasan kebutuhan dasar akan makanan atau minuman. Stimulasi atau perangsangan atas mulut merupakan tingkah laku yang menimbulkan kesenangan atau kepuasan.
2. Fase Anal
Fase anal dimulai dari tahun kedua sampai tahun ketiga kehidupan. Pada fase ini energy liibidal dialihkan dari mulut ke daerah dubur,serta kesenangan dan kepuasan diperoleh dengan tindakan mempermainkan atau menahan kotoran (faeces). Pada fase ini pula, seorang anak diperkenalkan kepada aturan-aturan kebersihan yang disebut toilet training.
 3. Fase Falik
Fase falik ini berlangsung pada tahun keempat atau kelima, yakni suatu fase ketika energi libido sasarannya dialihkan dari daerah dubur kedaerah alat kelamin. Pada fase ini anak mulai tertarik pada alat kelaminnya sendiri dan mempermainkannya dengan maksud untuk memperoleh kepuasan.
4. Fase laten (latency stage)
Fase ini terjadi kira-kira usia 6 sampai pubertasPada fase ini dorongan seks cenderung bersifat laten atau tertekan.
5. Fase genital (genital stage):
Fase ini terjadi sejak individu memasuki pubertas dan selanjutnya. Pada masa ini individu telah mengalami kematangan pada organ reproduksi.
Tujuan Pendekatan
            Tujuan terapi psikoanalitik adalah adalah membentuk kembali struktur karakter individual dengan jalan membuat kesadaran yang tak disadari didalam diri klien. Proses terapeutik di fokuskan pada upaya mengalami   kembali pengalaman-pengalaman masa kanak-kanak. Pengalaman-pengalaman masa lampau di rekontruksi, dibahas, dianalisis, dan ditafsirkan dengan sasaran merekontruksi kepribadian. Terapi psikoanalitik menekankan dimensi afektif dari upaya menjadikan ketaksadaran diketahui. Pemahaman dan pengalaman intelektual memiliki arti penting. Tetapi perasaan-perasaan dan ingatan-ingatan yang berkaitan dengan pemahaman diri lebih penting lagi.
Proses Terapi
            Dengan analis dikonseptualkan dalam proses transferensi yang menjadi inti pendekatan psikoanalitik, tranpernsi mendorong klien untuk mengalamatkan pada analis “urusan yang tak selesai ”yang terdapat dalam hubungan klien dimasa lampau dengan orang yang berpengaruh. proses pemberian treatman mencakup merekontruksi klien dan menghidupkan kembali pengalaman-pengalaman masa lampaunya, setelah terapi berjlan dengan baik, perasaan-perasaan dan konflik masa anak-anak klien mulai muncul kepermukaan dari ketaksadaran. Jika terapi diinginkan memiliki pengaruh menyembuhkan, maka hubungan transferensi harus digarap. Proses transferensi melibatkan eksplorasi oleh klien atas kesejajaran- kesejajaran antara pengalaman masa lampau dan pengalaman masa kini. Dimensi utama dari proses penggarapan itu adalah hubungan transferensi, yang membutuhkan waktu untuk membangunnya serta memerlukan tambahan waktu untuk memahami dan melarutkannya, maka penggarapannya memerlukan jangka waktu yang panjang bagi keseluruhan proses teurapeutik. Sebagai hasil hubungan terapeutik, khususnya penggarapan situasi transferensi, klien memperolah pemahaman terhadap psikodinamika tak sadarnya, kesadaran dan pemahaman atas bahan yang direpresi merupakan landasan bagi proses pertumbuhan anlitik. klien mampu memahami asosiasi antara pengalaman – pengalaman masa lampaunya dengan kehidupan sekarang. Pendekatan psikoanalitik berasumsi bahwa kesadaran diri ini bisa secara otomatis mengarah pada perubahan kondisi klien.
1.     Asosiasi Bebas
Teknik utama terapi psikoanalitik adalah asosiasi bebas. Disini klien diminta melaporkan segera tanpa ada yang disembunyikan, klien terhanyut bersama segala perasaan dan pikirannya. Klien diminta untuk mengatakan segala sesuatu yang muncul dalam kesadarannya, seperti pikiran, harapan, dan lain-lain, walaupun kelihatannya hal-hal tersebut tidak penting, tidak logis, menyakitkan, ataupun menggelikan. Freud memikirkan bahwa asosiasi bebas ini ditentukan oleh suatu sebab, bukan hal yang acak. Tugas analislah untuk melacak asosiasi ini sampai kesumbernya dan mengidentifikasi suatu pola sebenarnya yang tadinya hanya terlihat sebagai rangkaian kata yang tidak pasti. Terlepasnya emosi yang kuat, yang selama ini ditekan pada situasi terapeutik inipun kemudian disebut sebagai katarsis.
Cara yang khas ialah klien berbaring diatas balai-balai sementara analisis duduk dibelakangnya sehingga tidak mengalihkan perhatian klien pada saat asosiasi-asosiasinya mengalir bebas. Asosiasi bebas adalah suatu metode pemanggilan kembali pengalaman-pengalaman masa lampau, yang dikenal dengan sebutan katarsis. Hal ini dilakukan guna membantu klien dalam memperoleh pemahaman dan evaluasi diri yang lebih objektif, analis menafsirkan makna-makna utama dari asosiasi bebas ini.
2.       Penafsiran
Penafsiran adalah suatu prosedur dasar dalam meganalisis asosiasi bebas, mimpi-mimpi, resistensi-resistensi dan tranferensi-transferensi. Prosedurnnya terdiri atas tindakan-tindakan analisis yang menyatakan, menerangkan, bahkan mengajari klien makna-makna tingkah laku yang dimanifestasikan oleh mimpi-mimpi, asosiasi bebas, resistensi-resistensi, dan oleh hubungan terapeutik itu sendiri. Fungsi penafsiran adalah mendorong ego untuk mengasimilasi bahan-bahan baru dan mempercepat penyingkapan bahan tak sadar lebih lanjut. Penafsiran-penafsiran analisis menyebabkan pemahaman dan tidak terhalangi bahan tak sadar pada pihak klien.
3.       Analisis Mimpi
Analisis mimpi adalah sebuah prosedur yang penting untuk menyingkap bahan yang tak disadari dan memberikan kepada klien pemahaman atas beberapa area masalah yang tidak terselesaikan. Freud memandang mimpi-mimpi sebagai “jalan mengistimewa menuju ketaksadaran”, sebab melalui mimpi-mimpi itu hasrat-hasrat, kebutuhan-kebutuhan, dan ketakutan-ketakutan yang tak disadari, diungkapkan. Analisa terhadap mimpi ini biasanya dilandasi oleh konsep psikoseksual, serta termuat isu gender. Contohnya adalah mimpi mengenai sebuah pohon dapat diinterpretasikan sebagai keinginan untuk mengekspresikan dorongan seksual apabila diimipikan oleh laki-laki, atau representasi dari keinginan untuk memiliki superioritas laki-laki bila dimimpikan oleh perempuan. Dalam hal ini, pohon dipandang sebagai representasi dari alat kelamin laki-laki.
4.       Analisis dan penafsiran resistensi
Resistensi merupakan sebuah konsep yang fundamental dalam praktek psikoanalitik adalah sesuatu yang melawan kelangsungan terapi dan mencegah klien mengemukakan bahan yang tak disadari. Sebagai pertahanan terhadap kecemasan, resistensi bekerja secara khas dalam terapi psikoanalitik dengan menghambat klien dan analis dalam melaksanakan usaha bersama untuk memperoleh pemahaman atas dinamika-dinamika ketaksadaran klien.
5.        Analisis dan penafsiran transferensi
Sama hal nya dengan resistensi, transferensi merupakan inti dari terapi psikoanalitik. Analisis transferensi yang utama dalam psikoanalisis, sebab mendorong klien untuk menghidupkan kembali masa lampaunya dalam terapi. Transference adalah saat pasien mengembangkan reaksi emosional keterapis. Hal ini bisa saja dikarenakan pasien mengidentifikasi terapis sebagai seseorang dimasa lalunya, misalnya orang tua atau kekasih. Disebut positive transference apabila perasaan itu adalah perasaan saying atau kekaguman, serta negative transference apabila perasaan ini mengandung permusuhan dan kecemburuan.
Sumber:



Client – Centered (Carl R. Rogers) artikel 3

            Carl Rogers adalah orang yang diidentikkan dengan konseling tipe ini. Ialah yang pertama-tama memformulasikan teori ini dalam bentuk psikoterapi nondirektif di dalam bukunya. Conseling and psychotherapy, yang terbit pada tahun 1942. Teori ini kemudian berkembang menjadi client-centered/person-centered counseling dan diaplikasikan untuk pendekatan kelompok, keluarga, masyarakat dan juga untuk individu.
Carl R. Rogers mengembangkan terapi client-centered sebagai reaksi terhadap apa yang disebutnya keterbatasan-keterbatasan mendasar dari psikoanalisis pada hakikatnya, pendekatan client-centered adalah cabang khusus dari terapi humanistic yang menggaris bawahi tindakan mengalami client berikut dunia subjektif dan fenomenalnya. Terapis berfungsi terutama sebagai penunjang pertumbuhan pribadi clientnya dengan jalan membantu clientnya itu dalam menemukan kesanggupan-kesanggupan untuk memecahkan masalah. Pendekatan client-centered menauruh kepercayaan yang besar pada kesanggupan client untuk mengikuti jalan terapi dan menemukan arahnya sendiri. Hubungan terapeutik antara terapis dan client merupakan katalisator bagi perubahan, client menggunakan hubungan yang unik sebagai alat untuk meningkatkan kesadaran dan untuk menemukan sumber-sumber terpendam yang bisa digunkanan secara konstruktif dalam pengubahan hidupnya.

Sumber :
Lesmana, J. M. (2008). Dasar-dasar konseling. Salemba: Universitas Indonesia (UI-Press)
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling & psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.

Humanistic eksistensial (Artikel 2)

Eksistensial-Humanistik
            Psikologi telah lama di dominasi oleh pendekatan empiris terhadap studi tentang tingkah laku individu. Banyak ahli psikologi Amerika yang menunjukkan kepercayaan pada definisi – definisi oprasional dan hipotesis-hipotessis yang bisa diuji serta memandang usaha memperoleh data empiris sebagai satu-satunya pendekatan yang sahih guna memperoleh informasi tentang tingkah laku manusia. Di masa lalu tidak terdapat bukti adanya minat yang serius terhadap aspek-aspek filosofis dari konseling psikoterapi. Pendekatan eksistensial-humanistik, di lain pihak menekankan renungan-renungan filosofis tentang apa artinya menjadi manusia yang utuh. Banyak ahli psikologi yang berorientasi eksistensial yang mengajukan argument menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode menentang pembatasan studi tingkah laku manusia pada metode-metode yang digunakan oleh ilmu pengetahuan alam.
            Menurut Gladding (dari Lesmana, 2008) Istilah humanistik dalam hubungannya dengan konseling, memfokuskan pada potensi individu untuk secara aktif memilih dan membuat keputusan tentang hal-hal yang berkaitan dengan dirinya sendiri dan lingkungannya. Para professional yang memakai pendekatan humanistic membantu individu untuk meningkatkan pemahaman diri melalui mengalami perasaan-perasaan mereka. Istilah humanistic sangat luas dan memfokuskan pada individu sebagai pembuat keputusan dan pencetus pertembuhan dan perkembangan diri sendiri.
            Tujuan dasar banyak pendekatan psikoterapi adalah membantu individu agar mampu bertindak, menerima kebebasan dan tanggung jawab untuk tindakan-tindakannya. Terapi eksistensial terutama berpijak pada premis bahwa manusia tidak bisa melarikan diri dari kebebasan dan bahwa kebebasan dan tanggung jawab itu saling berkaitan. Dalam penerapan-penerapan, terapeutiknya, pendekatan eksitensial-humanistik memusatkan perhatian pada asumsi-asumsi filosofis yang melandasi terapi. Pendektan eksistensial humanistic menyajikan suatu landasan filosofis bagi orang-orang dalam hubungan dengan sesamanya yang menjadi ciri khas, kebutuhan yang unik dan menjadi tujuan konselingnya , dan yang melalui implikasi-implikasi bagi usaha membantu individu dalam menghadapi pertanyaan-pertanyaan dasar yang menyangkut keberadaan manusia.

Sumber :
Lesmana, J. M. (2008). Dasar-dasar konseling. Salemba: Universitas Indonesia (UI-Press)
Corey, G. (2007). Teori dan praktek konseling & psikoterapi. Bandung: PT Refika Aditama.